KITAB : HAID ; BAB: MANDI DAN SHALATNYA ORANG YANG ISTIHADHAH (MENGELUARKAN DARAH YANG TIDAK BERHENTI/PENYAKIT)

190. ‘Aisyah r.a. berkata: Fatimah binti Abi Hubaisyr r.a. bertanya: Ya Rasulullah aku sering istihadhah dan tidak berhenti, apakah tetap tidak shalat? Jawab Nabi saw.: Tidak, itu hanya urat (penyakit urat kotor) dan bukan haid, maka bila tiba masanya haid tinggalkan shalat, dan bila selesai masa haid maka cucilah darahmu lalu shalat, dan engkau harus wudhu untuk tiap shalat. (Bukhari, Muslim).

Itu urat bernama irqul adzil, di samping urat yang mengeluarkan darah haid. Dan hukum istihadhah itu sama dengan kencing, hanya saja karena tidak berhenti, maka sama dengan kencing res-resan, karena itu diwajibkan wudhu untuk tiap shalat.

Diterbitkan oleh

raksadipa

Just Nobody who search Ridho Allah

2 tanggapan untuk “KITAB : HAID ; BAB: MANDI DAN SHALATNYA ORANG YANG ISTIHADHAH (MENGELUARKAN DARAH YANG TIDAK BERHENTI/PENYAKIT)”

  1. Klo istri terus menerus mengeluarkan darah itu sama dgn res-resan.apa boleh melakukan jima dgn istri saat itu?

  2. HUKUM JIMA’ (SENGGAMA) DENGAN ISTRI YANG SEDANG ISTIHADLAH

    Dalam hal ini ada perselisihan pendapat. Jumhur memandang boleh, sementara ada ulama yang berpendapat tidak boleh kecuali bila masa istihadlahnya panjang. Dan ada yang tidak membolehkannya sama sekali karena menyamakan istihadlah dengan haid. Namun yang kuat dalam hal ini adalah pendapat jumhur karena jelas wanita istihadlah beda dengan wanita haid dengan dalil yang ada dan tidak ada larangan dari Nabi untuk jima’ dengan istri yang istihadlah. Dan juga ada ayat umum :

    “Istri-istri kalian adalah ladang bagi kalian.” (Al Baqarah : 223)

    Al Imam Al Bukhari membawakan ucapan Ibnu Abbas dalam kitab Shahih-nya dengan tanpa sanad yang maknanya wanita istihadlah boleh digauli oleh suaminya sebagaimana ia dibolehkan untuk shalat sementara shalat itu perkara yang agung. (Shahih Bukhari. Kitabul Haid bab ‘Apabila wanita haid melihat dirinya suci’)

    Dalam Syarah-nya terhadap ucapan Ibnu Abbas di atas, Al Hafidh Ibnu Hajar berkata : “Yakni bila wanita istihadlah dibolehkan shalat maka kebolehan jima’ dengannya lebih utama karena perkara shalat lebih agung dari perkara jima’.” (Fathul Bari 1/535)

    Ibnu Qudamah rahimahullah berkata dalam Al Mughni (1/339) : “Diriwayatkan dari Ahmad bolehnya menggauli istri yang istihadlah secara mutlak tanpa syarat dan ini merupakan pendapat kebanyakan ahli fiqih.”

    Al Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan dalam Al Majmu’ Syarhil Muhadzdzab (2/372) : “Boleh dalam madzhab kami untuk jima’ dengan istri yang sedang istihadlah pada saat dihukumi sebagai suci, sekalipun darah (istihadlah) dalam keadaan mengalir. Dan hal ini tidak ada perselisihan di sisi kami… .”

    Al Imam As Shan’ani menyatakan boleh jima’ dengan istrti yang sedang istihadlah menurut pendapat jumhur ulama karena wanita yang istihadlah sama dengan wanita yang suci dalam kebolehan shalat, puasa dan selain keduanya, maka demikian pula dalam perkara jima’. Dan jima’ tidak diharamkan kecuali ada dalil, sementara tidak ada dalil dalam perkara ini.” (Subulus Salam 1/157)

Tinggalkan komentar